Monday, November 30, 2009

Zara ( Flash Fiction)

Masih dengan kaos polosnya yang mulai berkeringat. Menggenggam sebotol air mineral dan kemudian di teguknya di bawah terik mentari pukul 2 siang. Mana ada cewek secantik dan semulus dia mau bermandi peluh dibawah terik matahari seperti sekarang. Lagi-lagi senyum nakal dan tawanya yang khas membuat pandangan hamz kabur. Siapa dia?
Cewek itu Cuma bermodal sepatu vans butut, celana kargo yang sudah robek bagian lututnya, tas ransel yang entah isinya apa. sebuah handuk melingkar di lehernya. Seandainya dia berkulit hitam dan berjerawat maka pastilah dia sudah di anggap tukang becak wanita. Ah.. hamz masih terpana. Inikah wanita muda yang akan menyewanya sebagai fotografer selama seminggu ke depan.
“zara...”
“saya hamz.. ibu mau menggunakan tema apa untuk foto-foto ibu?”
“ tema? Temanya tentang Zara aja ya mas. Oya, saya masih 23 tahun. Jadi panggil zara saja.. monggo mas.” Senyum dan tawanya memang khas.
Perkenalan singkat tanpa basa basi. Tugasnya hanya memotret sang objek “zara” itu dari sudut pandang manapun yang bertema “zara”. Seperti siang ini, zara ingin di potret ketika dia sedang menikmati terik mentari pukul 2 siang di area persawahan Ubud. Gila. Pikir hamz.
“mbak, gak takut gosong ntar kulitnya? Udah pake sunblock?
“ hah?? Apaan sih hamz... pake sunblock segala. Kalo waktunya gosong ya gosong aja. Toh ntar kalo mati ya di pakein kafan.. hehhe.”
“hust...”
Lagi-lagi tawa itu hampir membius seluruh persendian hamz. Hampir saja dia menjatuhkan kamera SLRnya yang seharaga dengan satu unit sepeda motor. Belum ada objek fotonya sepolos dan semurni ini..
Kalo saja bukan zara yang meminta dirinya kapan dia harus membidikkan kameranya, maka hamz pasti akan mebidikkan kamera itu setiap saat semaunya, setiap gelak tawa dan senyum yang mengembang dari wajah oriental nan segar itu.
“eh.. entar kita cari tempat yang lebih bagus en beda dari sini ya hamz.. hamtaro. Hahaha.”
Hamz Cuma bisa tersenyum kecil. Menutupi perasaannya yang menggebu-gebu ingin membidikkan kameranya kearah si pemilik tawa khas itu.
Kali ini keduanya sudah berada di sebuah kedai steak di pinggir pantai kuta. Entah sudah pukul berapa ini. Sore, cahaya matahari yang hampir redup begitu merah merona nan mempesona. Zara menggandeng hamz keluar dari kedai steak.
“hamz, entar ambil gambar gw pas gw lari ke arah pantai ngejar sunset ya.. start..!! sekaraaangg!!”
Zara berlari begitu saja di iringi tawa cerianya. Hamz kerepotan mengambil kamera dan mengarahkan kapan dia mulai membidik.
CLIK! Tepat. Sebuah mobil tidak bisa mengendalikan lajunya dan menabrak tubuh mungil zara yang sedang berlari menyebrangi jalan tepi pantai kuta untuk mengejar sunset.
Gambar itu. Senyum itu. Keceriaan itu. Zara.. gadis itu. Kali ini seluruh persendian tubuh hamz benar-benar tak bisa di gerakkan. Dan kamera SLR yang menyimpan semua gambar tentang zara jatuh berantakan. Kini yang tersisa adalah gambar tentang zara yang ada dalam memori otaknya. Dan Berharap memori tentang wanita muda sang objek dan inspirasinya itu tak kan pernah hilang.


( ahhaaii.. tulisan di atas itu namanya Flash Fiction. dapet tugas dalam mata kuliah creative writing neh.. ya udah. tugas itu sekalian aja saya post. terimakasih bapak Drs. Ilham atas tugasnya. maaf tulisan aya masih cemen. saya kan gak bisa ngarang.. :P)

0 comments:

Post a Comment